Kamis, 25 Juni 2015

Keunggulan dan Perkembangan Prodi Hukum

Keunggulan Prodi Hukum :



Saat ini saya adalah seorang Mahasiswa Baru (MABA) UMM jurusan ilmu hukum dan saya ingin berprofesi menjadi advokat atau pengacara. Saat saya SMA , saya termasuk murid yang kebingungan menentukan jurusan studi perguruan tinggi yang akan saya pilih. Ada rasa kebingungan dalam diri saya dalam memilih jurusan yang benar-benar bakat dan minat saya.

Saya berpikir tentang apa bakat dan minat saya selama ini dan, saya melakukan riset tentang peluang kerja dari jurusan yang saya minati tersebut.
 satu kesimpulan, bahwa saya adalah tipe orang yang : senang berorganisasi, berbicara, berpikir, memecahkan masalah, membaca buku dan menulis.

Saya kembali berpikir, bahwa tujuan dari sekolah adalah terjun ke masyarakat langsung dan bekerja untuk menyalurkan minat dan bakat.

Tentang peluang kerja apa saja dari jurusan yang saya pilih.
Saya tahu bahwa sarjana hukum memiliki peluang kerja yang amat luas.

Prodi hukum menyediakan permintaan / konsentrasi:
  • Hukum Pidana
  • Hukum Perdata
  • Hukum Tata Negara
  • Hukum Bisnis
Peluang karir:
  • Lawyer
  • Legal staff
  • Notaris/PPAT
  • Legal Consultant
  • Jaksa, Hakim
  • Polisi
Jadi sangat luas sekali peluang kerjanya. Bisa pilih kerja profesional sebagai swasta (notaris atau pengacara) atau pegawai negeri dan swasta.
 Maka, saya menyimpulkan pilihan akhir jatuh pada satu jurusan: ilmu hukum.


Perkembangan Prodi Hukum :



Indonesia kini sudah dikenal sebagai negara terkorup di kawasan Asia.
Ketimpangan perlakuan hukum di negara Indonesia sudah banyak terjadi dalam masyarakat. Hal ini menggambarkan betapa lucunya hukum di Indonesia ini, negara yang dikenal sebagai negara hukum beserta perangkatnya tentu sudah sangat mengerti bagaimana memberlakukan hukum bagi warga negaranya. Bagaimana seharusnya hukum tersebut tidak memandang siapapun, karena dimata hukum semua warga negara derajatnya sama. Namun hal tersebut hanya menjadi hal utopis bila melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia. kaum pejabat dan memiliki uang yang banyak seakan-akan dapat membeli hukum. Mereka tidak takut hukum dan aturannya, bahkan mereka dapat menawar sangsi hukum jika mereka diketahui melakukan pelanggaran hukum. Berbeda dengan warga biasa yang hanya pasrah dan menaati hukum sesuai prosedur dan juga menerima sangsi jika melakukan pelanggaran sebagaimana mestinya.

Beberapa contoh ketimpangan perlakuan hukum antara pejabat dengan warga biasa di Indonesia salah satunya adalah adanya fenomena penjara mewah yang baru-baru ini mulai terkuak. Penjara mewah tersebut sengaja dibuat sebagai suatu konsep dengan prinsip yang mampu membayar maka akan mendapatkan fasilitas baik di dalam penjara, sedangkan yang tidak mampu membayar maka harus siap menerima fasilitas buruk dalam penjara yang bahkan kurang manusiawi. salah satu contoh kasusnya adalah di Rutan Salemba Jakarta, dimana dalam berbagai pemberitaan media menyebutkan, para tahanan kasus korupsi harus membayar Rp 30 juta untuk menempati blok penjara yang dilengkapi fasilitas mewah.

 Dari fakta tersebut terbukti terdapat oknum-oknum petugas penjara yang melakukan bisnis kotor di dalam rutan.
Salah satu contoh lagi bobroknya pemerintah Indonesia khususnya para pejabat dalam mempermainkan hukum terlihat dari kasus Gayus Tambunan. Gayus sendiri merupakan terdakwa kasus penggelapan pajak dan dituntut hukuman 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun namun kemudian di vonis bebas karena tidak ada pihak pengadu kasus gayus tersebut. Beredar kabar bahwa ada kucuran sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar sehingga Gayus di vonis bebas. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum sesuai pengakuan Gayus yang mengaku bahwa praktek yang dia lakukan melibatkan sekurangnya 10 rekannya, mengatakan kasus markus pajak dengan aktor utama Gayus Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan hakim.

 Fenomena kasus Gayus tersebut cukup jelas menjelaskan bahwa adanya oknum-oknum perangkat hukum negara yang seharusnya sangat paham akan hukum dan fungsinya, justru melakukan pelanggaran terhadap hukum itu sendiri demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Ketimpangan perlakuan hukum terhadap orang biasa dengan para kaum pejabat dan orang kaya tentu juga dapat dilihat dari fenomena yang menimpa Mbah Minah. Kasus tuduhan pencurian karena memetik tiga butir buah kakau di kebun sebuah perusahaan tanpa ijin. Fenomena kasus yang menimpa Mbah Minah ini sangat tepat sekali dijadikan bahan perbandingan dengan kasus Anggodo, yakni seorang makelar kasus yang telah terbukti melakukan percobaan penyuapan terhadap sejumlah petinggi KPK namun ia sama sekali tidak diproses hukum sebagai tersangka dengan jalan kabur ke Singapura. Berbeda dengan Mbah Minah yang hanya bisa pasrah menjalani proses hukum karena tuntutan perusahaan tempat dia memetik kakau, Anggodo dengan kekuatan uang dan kemampuan melobby pihak yang berwajib mampu membeli harga diri pejabat negara serta menawar proses hukum.

Masih banyak fenomena-fenomena ketimpangan perlakuan hukum yang sangat jelas terjadi di dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia. Hukum yang sehat tidak hanya memberikan perlindungan berdasarkan status sosial. Melainkan kepada siapapun yang warga negara yang dikenai hukum tersebut. Hukum dapat menjamin hak dan kewajiban manusia sebagai warga negara. Namun fenomena yang justru terjadi di Indonesia sangat kental dengan ketimpangan perlakuan hukum. Terdapat juga ulah mafia-mafia hukum yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan pribadi dan bebas dari jeratan hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar