Saat ini saya adalah seorang Mahasiswa Baru (MABA) UMM jurusan ilmu hukum dan saya ingin berprofesi menjadi advokat atau pengacara. Saat saya SMA , saya termasuk murid yang kebingungan menentukan jurusan studi perguruan tinggi yang akan saya pilih. Ada rasa kebingungan dalam diri saya dalam memilih jurusan yang benar-benar bakat dan minat saya.
Saya berpikir tentang apa bakat dan minat saya selama ini dan, saya melakukan riset tentang peluang kerja dari jurusan yang saya minati tersebut.
satu kesimpulan, bahwa saya adalah tipe orang yang : senang berorganisasi, berbicara, berpikir, memecahkan masalah, membaca buku dan menulis.
Saya kembali berpikir, bahwa tujuan dari sekolah adalah terjun ke masyarakat langsung dan bekerja untuk menyalurkan minat dan bakat.
Tentang peluang kerja apa saja dari jurusan yang saya pilih.
Saya tahu bahwa sarjana hukum memiliki peluang kerja yang amat luas.
Prodi hukum menyediakan permintaan / konsentrasi:
- Hukum Pidana
- Hukum Perdata
- Hukum Tata Negara
- Hukum Bisnis
- Lawyer
- Legal staff
- Notaris/PPAT
- Legal Consultant
- Jaksa, Hakim
- Polisi
Maka, saya menyimpulkan pilihan akhir jatuh pada satu jurusan: ilmu hukum.
Perkembangan Prodi Hukum :
Indonesia kini sudah dikenal sebagai negara terkorup di kawasan Asia.
Ketimpangan perlakuan
hukum di negara Indonesia sudah banyak terjadi dalam masyarakat. Hal ini
menggambarkan betapa lucunya hukum di Indonesia ini, negara yang dikenal
sebagai negara hukum beserta perangkatnya tentu sudah sangat mengerti bagaimana
memberlakukan hukum bagi warga negaranya. Bagaimana seharusnya hukum tersebut
tidak memandang siapapun, karena dimata hukum semua warga negara derajatnya
sama. Namun hal tersebut hanya menjadi hal utopis bila melihat
kenyataan yang terjadi di Indonesia. kaum pejabat dan memiliki uang yang banyak
seakan-akan dapat membeli hukum. Mereka tidak takut hukum dan aturannya, bahkan
mereka dapat menawar sangsi hukum jika mereka diketahui melakukan pelanggaran
hukum. Berbeda dengan warga biasa yang hanya pasrah dan menaati hukum sesuai
prosedur dan juga menerima sangsi jika melakukan pelanggaran sebagaimana
mestinya.
Beberapa
contoh ketimpangan perlakuan hukum antara pejabat dengan warga biasa di
Indonesia salah satunya adalah adanya fenomena penjara mewah yang baru-baru ini
mulai terkuak. Penjara mewah tersebut sengaja dibuat sebagai suatu konsep
dengan prinsip yang mampu membayar maka akan mendapatkan fasilitas baik di
dalam penjara, sedangkan yang tidak mampu membayar maka harus siap menerima
fasilitas buruk dalam penjara yang bahkan kurang manusiawi. salah satu contoh
kasusnya adalah di Rutan Salemba Jakarta, dimana dalam berbagai pemberitaan
media menyebutkan, para tahanan kasus korupsi harus membayar Rp 30 juta untuk
menempati blok penjara yang dilengkapi fasilitas mewah.
Dari fakta tersebut terbukti terdapat oknum-oknum petugas penjara yang melakukan bisnis kotor di dalam rutan.
Dari fakta tersebut terbukti terdapat oknum-oknum petugas penjara yang melakukan bisnis kotor di dalam rutan.
Salah
satu contoh lagi bobroknya pemerintah Indonesia khususnya para pejabat dalam
mempermainkan hukum terlihat dari kasus Gayus Tambunan. Gayus sendiri merupakan
terdakwa kasus penggelapan pajak dan dituntut hukuman 1 tahun dan masa
percobaan 1 tahun namun kemudian di vonis bebas karena tidak ada pihak pengadu
kasus gayus tersebut. Beredar kabar bahwa ada kucuran sejumlah uang kepada
polisi, jaksa, hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar sehingga Gayus di vonis
bebas. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum sesuai pengakuan Gayus yang mengaku
bahwa praktek yang dia lakukan melibatkan sekurangnya 10 rekannya, mengatakan kasus
markus pajak dengan aktor utama Gayus Tambunan melibatkan sindikasi oknum
polisi, jaksa, dan hakim.
Fenomena kasus Gayus tersebut cukup jelas menjelaskan bahwa adanya oknum-oknum perangkat hukum negara yang seharusnya sangat paham akan hukum dan fungsinya, justru melakukan pelanggaran terhadap hukum itu sendiri demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Fenomena kasus Gayus tersebut cukup jelas menjelaskan bahwa adanya oknum-oknum perangkat hukum negara yang seharusnya sangat paham akan hukum dan fungsinya, justru melakukan pelanggaran terhadap hukum itu sendiri demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Ketimpangan
perlakuan hukum terhadap orang biasa dengan para kaum pejabat dan orang kaya
tentu juga dapat dilihat dari fenomena yang menimpa Mbah Minah. Kasus tuduhan
pencurian karena memetik tiga butir buah kakau di kebun sebuah perusahaan tanpa
ijin. Fenomena kasus yang menimpa Mbah Minah ini sangat tepat sekali dijadikan
bahan perbandingan dengan kasus Anggodo, yakni seorang makelar kasus yang telah
terbukti melakukan percobaan penyuapan terhadap sejumlah petinggi KPK namun ia
sama sekali tidak diproses hukum sebagai tersangka dengan jalan kabur ke
Singapura.
Berbeda dengan Mbah Minah yang hanya bisa pasrah menjalani proses hukum karena
tuntutan perusahaan tempat dia memetik kakau, Anggodo dengan kekuatan uang dan
kemampuan melobby pihak yang berwajib mampu membeli harga diri pejabat negara
serta menawar proses hukum.
Masih
banyak fenomena-fenomena ketimpangan perlakuan hukum yang sangat jelas terjadi
di dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia. Hukum yang sehat tidak hanya
memberikan perlindungan berdasarkan status sosial. Melainkan kepada siapapun
yang warga negara yang dikenai hukum tersebut. Hukum dapat menjamin hak dan
kewajiban manusia sebagai warga negara. Namun fenomena yang justru terjadi di
Indonesia sangat kental dengan ketimpangan perlakuan hukum. Terdapat juga ulah
mafia-mafia hukum yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan
pribadi dan bebas dari jeratan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar